Selasa, 10 September 2013

Karyawan Versus Pengusaha

Bekerja sudah sering dimaknai secara khusus sebagai aktivitas seorang karyawan yang bekerja di bawah perintah orang lain. Adapun orang yang mandiri dalam mencari penghasilan lebih sering disebut berwirausaha. Thats no problem, saya juga menganggap bekerja itu berarti menjadi karyawan, meskipun saya tahu bahwa berwirausaha itu juga disebut bekerja.

Yang jadi masalah adalah ketika kita mempersepsikan bahwa jika mau sukses ya harus berwirausaha, kalau masih bekerja berarti belum sukses. Bahkan ada yang lebih ngeyel lagi dengan mengatakan “walaupun usahanya sukses, tapi kalau dia masih sambil kerja sama saja belum sukses”. Sehingga sukses itu hanya bisa digapai oleh pewirausaha murni, bukan seorang karyawan, atau campuran antara karyawan dan pewirausaha.  Extreme kan?

Bagi saya intinya adalah mencari rezeki yang halal dan barokah. Urusan jumlah, meskipun sebagian besar dari kita bilang itu relatif, tapi tetap saja semua dari kita ingin meraih sebanyak-banyaknya, iya kan? Dan jalan untuk mencapai itu sangatlah luas, sehingga tidak ada satu orangpun yang boleh menjadikan sempit jalan tersebut.

Ya kalau kita membandingkan antara karyawan kecil yang sudah bertahun-tahun betah hidup bersama statusnya itu dengan pengusaha sukses yang sudah bertahun-tahun pula membangun impiannya hingga bisa sesukses itu, tentu kita ingin seperti pengusaha sukses ini.
Tapi coba kita bandingkan antara pedagang kaki lima berpendapatan pas-pasan yang bertahun-tahun jualan dengan kios kecilnya yang kadang-kadang sudah buka 24 jam tapi  tetap saja hasilnya minim, dan dia betah dengan cara hidup yang seperti itu, dengan seorang karyawan dengan bayaran 3 juta per hari tanpa harus banting tulang peras keringat, cukup duduk di ruang ber-AC, fasilitas makan, olahraga, perumahan sudah disediakan, bahkan uang pensiun dengan jumlah yang sangat  besar sudah menanti dia, kesehatan pun dijamin. Tentu kita ingin seperti karyawan sukses ini.

Tapi sepertinya tetap saja ada yang memilih lebih baik punya kios kecil dengan hasil kecil tapi mandiri, daripada gaji besar tapi masih menjadi karyawannya orang. Mereka berdalilkan sebuah pepatah “lebih baik jadi tikus tapi kepala, daripada harimau tapi ekor”.

Di sini saya ingin menegaskan bahwa menjadi wirausahawan adalah jalan terbaik dalam mencari rezeki (setidaknya ini menurut saya), tapi menjadi karyawan bukanlah sebagai bentuk ketidakmampuan, kebodohan, kerendahan, dan lain sebagainya. Keduanya adalah bentuk usaha manusia di dalam memenuhi kebutuhan dan impian hidupnya. Dan masing-masing dari keduanya akan dinilai dari bagaimana dia menjalaninya.

Ada karyawan yang dia memulai karir dari seorang karyawan kecil, namun karena dia belajar dengan keras akhirnya dia bisa mengejar karirnya sampai bisa berpenghasilan 3juta per hari, bahkan ada yang lebih dari itu. Ada juga wirausahawan yang karena dia orangnya malas belajar, malas berinovasi, dan tidak ada motivasi berubah, akhirnya usahanya berjalan di tempat. Hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.
Kadangkala seorang karyawan mampu memposisikan dirinya sebagai penjual jasa, sehingga seringkali perusahaan sangat membutuhkan skillnya dan mampu membayar mahal asalkan dia mau bergabung bersama perusahaan. Bahkan seringkali karyawan ini harus memilih dari sekian tawaran dari perusahaan yang menghubunginya. Tapi kadangkala seorang wirausahawan justru memposisikan dirinya seperti karyawan, siap didikte oleh investor dikarenakan merasa usahanya telah dibiayai, yang dia tau hanya bergerak sesuai apa yang investor mau, per periode tertentu dia harus membuat laporan usahanya, berapa omzet dan keuntungan yang didapat, dan berapa jatah dia setelah menjalankan usaha tersebut.

Maka poinnya bukan pada “siapa  dia”, tapi “bagaimana dia”. Karyawan, wirausahawan, ataupun campuran dari keduanya, selama menjalankannya dengan giat dan smart insyaAllah dia akan memetik hasil yang dia harapkan bahkan mungkin dia tidak duga.

Tapi tetap saja saya katakan bahwa menjadi wirausahawan adalah jalan terbaik dalam mencari rezeki, karena di dalamnya terdapat banyak sekali nilai plus dibanding menjadi karyawan atau campuran dari keduanya. Hanya saja, jangan pernah menilai lebih rendah non wirausahawan, karena bisa jadi nilai plus yang ada pada wirausahawan tersebut hilang satu, dua, atau sekian banyak dikarenakan cara yang tidak benar dalam menjalaninya. Sehingga tak jarang pepatah yang kita sebutkan di atas bisa dijawab “biarpun hanya ekor, tetap saja aku adalah harimau. Meskipun kamu itu kepala, tapi tetap saja kamu itu tikus”.
“Don’t judge a book by its cover” sekiranya pepatah ini saya gunakan agar saya tidak menjadikan “karyawan atau wirausahawan” sebagai standar penilaian, tetapi “bagaimana mereka melakukan” yang perlu kita perhatikan agar tidak salah dalam menilai.

Hary Kurniawan

1 September 2013 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.