Bekerja sudah sering dimaknai secara khusus sebagai aktivitas seorang karyawan
yang bekerja di bawah perintah orang lain. Adapun orang yang mandiri dalam
mencari penghasilan lebih sering disebut berwirausaha. Thats no problem, saya
juga menganggap bekerja itu berarti menjadi karyawan, meskipun saya tahu bahwa
berwirausaha itu juga disebut bekerja.
Yang jadi masalah adalah ketika kita mempersepsikan bahwa jika mau sukses ya harus berwirausaha, kalau masih bekerja berarti belum sukses. Bahkan ada yang lebih ngeyel lagi dengan mengatakan “walaupun usahanya sukses, tapi kalau dia masih sambil kerja sama saja belum sukses”. Sehingga sukses itu hanya bisa digapai oleh pewirausaha murni, bukan seorang karyawan, atau campuran antara karyawan dan pewirausaha. Extreme kan?
Yang jadi masalah adalah ketika kita mempersepsikan bahwa jika mau sukses ya harus berwirausaha, kalau masih bekerja berarti belum sukses. Bahkan ada yang lebih ngeyel lagi dengan mengatakan “walaupun usahanya sukses, tapi kalau dia masih sambil kerja sama saja belum sukses”. Sehingga sukses itu hanya bisa digapai oleh pewirausaha murni, bukan seorang karyawan, atau campuran antara karyawan dan pewirausaha. Extreme kan?
Bagi saya intinya adalah mencari rezeki yang halal dan
barokah. Urusan jumlah, meskipun sebagian besar dari kita bilang itu relatif,
tapi tetap saja semua dari kita ingin meraih sebanyak-banyaknya, iya kan? Dan
jalan untuk mencapai itu sangatlah luas, sehingga tidak ada satu orangpun yang
boleh menjadikan sempit jalan tersebut.
Ya kalau kita membandingkan antara karyawan kecil yang sudah
bertahun-tahun betah hidup bersama statusnya itu dengan pengusaha sukses yang
sudah bertahun-tahun pula membangun impiannya hingga bisa sesukses itu, tentu
kita ingin seperti pengusaha sukses ini.
Tapi coba kita bandingkan antara pedagang kaki lima
berpendapatan pas-pasan yang bertahun-tahun jualan dengan kios kecilnya yang
kadang-kadang sudah buka 24 jam tapi
tetap saja hasilnya minim, dan dia betah dengan cara hidup yang seperti
itu, dengan seorang karyawan dengan bayaran 3 juta per hari tanpa harus banting
tulang peras keringat, cukup duduk di ruang ber-AC, fasilitas makan, olahraga,
perumahan sudah disediakan, bahkan uang pensiun dengan jumlah yang sangat besar sudah menanti dia, kesehatan pun
dijamin. Tentu kita ingin seperti karyawan sukses ini.
Tapi sepertinya tetap saja ada yang memilih lebih baik punya kios kecil dengan hasil kecil tapi mandiri, daripada gaji besar tapi masih menjadi karyawannya orang. Mereka berdalilkan sebuah pepatah “lebih baik jadi tikus tapi kepala, daripada harimau tapi ekor”.
Tapi sepertinya tetap saja ada yang memilih lebih baik punya kios kecil dengan hasil kecil tapi mandiri, daripada gaji besar tapi masih menjadi karyawannya orang. Mereka berdalilkan sebuah pepatah “lebih baik jadi tikus tapi kepala, daripada harimau tapi ekor”.
Di sini saya ingin menegaskan bahwa menjadi wirausahawan
adalah jalan terbaik dalam mencari rezeki (setidaknya ini menurut saya), tapi
menjadi karyawan bukanlah sebagai bentuk ketidakmampuan, kebodohan, kerendahan,
dan lain sebagainya. Keduanya adalah bentuk usaha manusia di dalam memenuhi
kebutuhan dan impian hidupnya. Dan masing-masing dari keduanya akan dinilai
dari bagaimana dia menjalaninya.
Ada karyawan yang dia memulai karir dari seorang karyawan
kecil, namun karena dia belajar dengan keras akhirnya dia bisa mengejar
karirnya sampai bisa berpenghasilan 3juta per hari, bahkan ada yang lebih dari
itu. Ada juga wirausahawan yang karena dia orangnya malas belajar, malas
berinovasi, dan tidak ada motivasi berubah, akhirnya usahanya berjalan di
tempat. Hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.
Kadangkala seorang karyawan mampu memposisikan dirinya
sebagai penjual jasa, sehingga seringkali perusahaan sangat membutuhkan skillnya dan mampu membayar mahal
asalkan dia mau bergabung bersama perusahaan. Bahkan seringkali karyawan ini
harus memilih dari sekian tawaran dari perusahaan yang menghubunginya. Tapi
kadangkala seorang wirausahawan justru memposisikan dirinya seperti karyawan, siap
didikte oleh investor dikarenakan merasa usahanya telah dibiayai, yang dia tau
hanya bergerak sesuai apa yang investor mau, per periode tertentu dia harus
membuat laporan usahanya, berapa omzet dan keuntungan yang didapat, dan berapa
jatah dia setelah menjalankan usaha tersebut.
Maka poinnya bukan pada “siapa dia”, tapi “bagaimana dia”. Karyawan, wirausahawan, ataupun campuran dari keduanya, selama menjalankannya dengan giat dan smart insyaAllah dia akan memetik hasil yang dia harapkan bahkan mungkin dia tidak duga.
Tapi tetap saja saya katakan bahwa menjadi wirausahawan adalah jalan terbaik dalam mencari rezeki, karena di dalamnya terdapat banyak sekali nilai plus dibanding menjadi karyawan atau campuran dari keduanya. Hanya saja, jangan pernah menilai lebih rendah non wirausahawan, karena bisa jadi nilai plus yang ada pada wirausahawan tersebut hilang satu, dua, atau sekian banyak dikarenakan cara yang tidak benar dalam menjalaninya. Sehingga tak jarang pepatah yang kita sebutkan di atas bisa dijawab “biarpun hanya ekor, tetap saja aku adalah harimau. Meskipun kamu itu kepala, tapi tetap saja kamu itu tikus”.
Maka poinnya bukan pada “siapa dia”, tapi “bagaimana dia”. Karyawan, wirausahawan, ataupun campuran dari keduanya, selama menjalankannya dengan giat dan smart insyaAllah dia akan memetik hasil yang dia harapkan bahkan mungkin dia tidak duga.
Tapi tetap saja saya katakan bahwa menjadi wirausahawan adalah jalan terbaik dalam mencari rezeki, karena di dalamnya terdapat banyak sekali nilai plus dibanding menjadi karyawan atau campuran dari keduanya. Hanya saja, jangan pernah menilai lebih rendah non wirausahawan, karena bisa jadi nilai plus yang ada pada wirausahawan tersebut hilang satu, dua, atau sekian banyak dikarenakan cara yang tidak benar dalam menjalaninya. Sehingga tak jarang pepatah yang kita sebutkan di atas bisa dijawab “biarpun hanya ekor, tetap saja aku adalah harimau. Meskipun kamu itu kepala, tapi tetap saja kamu itu tikus”.
“Don’t judge a book by its cover” sekiranya pepatah ini saya
gunakan agar saya tidak menjadikan “karyawan atau wirausahawan” sebagai standar
penilaian, tetapi “bagaimana mereka melakukan” yang perlu kita perhatikan agar
tidak salah dalam menilai.
Hary Kurniawan
1 September 2013
0 komentar:
Posting Komentar